Kamis, 27 Oktober 2011

MENJADI PEMIMPIN YANG BAIK PDF Print E-mail
Saat kursi kepemimpinan dipegang oleh seseorang yang masih muda, seringkali ada anggapan bahwa kapabilitas dan kekuatan karakter maupun skill dalam menghadapi tekanan akan dipertanyakan oleh orang lain maupun anak buahnya sendiri. Ada pikiran skeptis dikalangan luas bahwa orang muda tidak mampu atau setidaknya belum layak untuk memimpin. Image yang melekat dan cenderung menjadi stereotype adalah bahwa pemimpin itu harus yang senior, pintar, dan berpengalaman.

Padahal, jika melihat realitas saat ini, banyak generasi muda yang sukses membangun bisnis, bertahan dari terpaan masalah internal dan krisis global, hingga akhirnya membawa organisasi menuju puncak. Mereka juga seringkali memiliki stamina dan pemikiran-pemikiran yang fresh, out of the box yang sebenarnya mampu mendobrak stigma senior memimpin lebih baik.
Hal ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran yang tidak perlu bahwa junior tidak memiliki mental leadership dan kurang dewasa dalam bersikap. Sebab, kedewasaan atau kematangan seseorang bukanlah ditentukan oleh usia mereka, melainkan pada kematangan emosi dan karakter.
Banyak pemimpin yang handal dalam menjalankan organisasi namun ternyata memiliki karakter kepemimpinan yang tidak berkembang, misalnya ahli dalam strategi bisnis, memiliki ide-ide yang brilian, keterampilannya dalam berbagai hal terus berkembang, namun ia tidak bisa mengendalikan emosi, tidak bisa membangun hubungan dengan karyawan, tidak bisa berperan sebagai mentor.

Semua sikap itu menunjukkan seorang pemimpin yang belum mature secara utuh. Sebab, idealnya seorang pemimpin bukan hanya matang jiwanya, tapi juga cara memimpinnya, tingkat intelektualitasnya, passion-nya terhadap apa yang dikerjakan, dan spiritualitasnya. Masing-masing unsur mature leadership akan dijelaskan dibawah ini:

Matang secara emosi. Pemimpin yang EQ (Emotional Quotation)-nya tinggi memiliki kemampuan mengelola perasaannya dengan sangat baik. Sikapnya cenderung tenang, stabil, berjiwa besar, rendah hati, dan mampu membina hubungan baik dengan orang lain. Pemimpin yang kurang matang selalu mengedepankan emosinya manakala menghadapi masalah. Akibatnya ia akan mengambil keputusan dengan tergesa-gesa berdasarkan penilaian subyektif dan akhirnya berbuah kesalahan. Bagaimana seorang menyikapi, merespon, dan bereaksi terhadap suatu keadaan dapat menunjukkan tingkat kedewasaan yang ia miliki sekaligus menentukan kadar interaksi sosialnya. Pemimpin yang mudah emosi, egois, asosial, dan selalu berpikir negatif akan membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman bagi anak buah, sehingga pada akhirnya dapat mengganggu kondusifitas dan produktifitas kerja.

Matang dalam bersikap. Kedewasaan seorang pemimpin akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Pemimpin yang ikhlas dalam menjalankan tugasnya akan bekerja keras tanpa pamrih. Ia tidak akan menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, selalu jujur, dan bertanggung jawab pada setiap hal yang menjadi kewajibannya. Dengan sikapnya yang selalu mengayomi dan peduli, ia dihormati dan dicintai oleh anak buahnya. Ketegasan dan konsistensinya dalam memimpin menjadi teladan bagi semua orang.

Matang secara intelektual. Tidak berarti bahwa ia harus genius dan ber-IQ tinggi. Maksudnya adalah kemampuan dan kemauan untuk terus belajar dan meng-upgrade diri. Kejeliannya dalam mengidentifikasi permasalahan, memilih alternatif, dan akhirnya memutuskan yang terbaik bagi organisasi. Ia harus menguasai bidangnya, baik yang dicapai melalui jalur akademis maupun berdasarkan pengalaman.

Memiliki passion yang kuat. Pemimpin merupakan tumpuan bagi pengikutnya. Jika seorang pemimpin bersikap lemah, maka anak buahnya menjadi goyah. Pemimpin yang sukses itu orang-orang yang memiliki mental kuat, tahan banting, berdaya juang tinggi, berani ambil resiko dan keluar dari zona nyaman, serta pantang menyerah. Namun, dibalik sikapnya yang terlihat agresif dan ambisius, ia adalah seorang yang humble, tidak kaku, dan pintar bergaul.

Matang secara spiritual. Pemimpin yang matang secara spiritual dapat menjadi imam bagi para pengikutnya. Kepemimpinannya dianggap sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan sehingga ia tidak akan menggunakannya dengan semena-mena. Ketaatannya pada keyakinan yang dianut dapat menjadi inspirasi dan teladan bagi anak buah. Kebaikan-kebaikan dan nilai moral yang dimiliki oleh pemimpin sebagai hasil dari kerelijiusannya akan membuat pengikutnya bertambah hormat dan percaya padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar